Anajah deso, milangkori…
Kolo mangsane pariwisoto…”
Sepenggal lirik lagu berjudul Pariwisata itu masih teringat jelas
diingatan saya. Saat itu sekitar tahun 1995-1996 dan saya masih duduk di
bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Saya bersama teman-teman sekampung rutin
belajar gamelan dan sering kali memainkan lagu tersebut. Dimotori oleh
Bapak Siswandi, guru di sekolah kami, juga didampingi oleh Almarhum Pak
Karnadi, seorang dalang yang juga adalah kakek kandung saya. Lengkaplah
sudah sepasukan “wiyogo kecil” di salah satu kampung di ujung selatan
Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah itu. Namun kisah manis saya dalam
berlatih memainkan alat musik yang konon kabarnya adalah alat musik asli
Jawa Tengah itu terancam tidak bisa dirasakan oleh anak-anak sekarang
karena Gamelan sekarang merupakan barang langka yang keberadaannya sudah
mulai sulit ditemukan.
Bangsa ini sudah capek rasanya mengalami pahit karena
budayanyadiklaim oleh negara lain. Dari lagu rasa sayange, angklung,
reog, batik, tari tor-tor, gondang sembilan dan lain-lain. Parahnya, hal
itu disinyalir belum akan berhenti. Mungkin saja besok giliran makanan
khas bangsa ini seperti sate padang, empek-empek, atau bahkan gethuk.
Atau jika itu adalah alat musik, masih ada juga yang “ngantri”untuk
dapat dijadikan bahan klaim seperti calung atau juga Gamelan. Bahkan,
untuk Gamelan progress-nya sudah sampai pada tingkat yang sangat
mengkhawatirkan.
Beberapa saat yang lalu, Malaysia sudah mengeluarkan slogan “Malaysia
Sound of Gamelan” dan sudah membeli seperangkat Gamelan dari Indonesia
sampai mengirim tenaga untuk belajar. Gamelan beserta perlengkapan
sampai kemampuan menggunakannya sekarang sudah dimiliki Malaysia dan
langkah berikutnya bukan tidak mungkin Malaysia melakukan klaim Gamelan
sebagai budaya mereka. Malaysia sudah memiliki 150 set Gamelan asal
Indonesia dan dimainkan dalam momen-momen tertentu. (Sumber :
KRJogja.com, 20/06/2012).
Namun kenyataannya, untuk belajar Gamelan tidaklah mudahmeskipun Anda
berada di tempat yang mengklaim merupakan daerah asal Gamelan, yaitu
tanah Jawa, atau lebih tepatnya Jawa Tengah. Kok bisa? Katanya Gamelan itu ‘kanalat
musik asli orang Jawa, tapi di Jawa Tengah sendiri untuk belajar musik
modern/elektronik yang nota bene bukan alat musik asli dari Indonesia
kok lebih mudah dari pada belajar Gamelan?
Ironis memang, ternyata di Jawa Tengah sendiri Gamelan sudah sangat
jarang ditemukan. Lebih mudah menemukan studio-studio dan
workshop-workshop alat musik modern dari pada Gamelan. Jika di
presentasipun sepertinya masih jauh lebih tinggi pemilik alat musik
modern dari pada Gamelan. Tilik saja, lebih banyak sekolah di Jawa
Tengah ini yang memiliki piano/keyboard dari pada Gamelan, punya
seperangkat drum band tapi tidak punya Gamelan, punya seperangkat alat
band tapi tidak punya satupun alat musik Gamelan.
Meskipun saya bukan guru seni, pada suatu ketika saya iseng
menunjukkan 3 buah gambar alat musik yaitu piano/keyboard, gitar, juga
drum kepada peserta didik di kelas saya, kemudian setelah itu saya
tanyakan apa nama alat musik pada gambar tersebut. Mereka dengan mudah
menjawab nama alat demi alat yang saya tunjukkan pada gambar tersebut.
Tetapi pada saat saya menunjukkan gambar demung, bonang, juga kenong,
ternyata mereka tidak mampu menjawab. Kalau sudah seperti ini, pantaskah
kita (warga Jawa Tengah) menyandang gelar sebagai “pemilik” Gamelan?
Untuk melindungi Gamelan dari klaim negara lain, sudah saatnya
pemerintah menggandeng pendidikan formal untuk ikut mengenalkan Gamelan
baik secara teori maupun praktik. Hal ini sudah saya buktikan sendiri
melalui cerita saya di awal tadi. Jika saat itu Pak Siswandi -yang juga
guru SD di sekolah saya- tidak membalut kami, para “wiyogo kecil”, dalam
nuansa formal (baca:ekstrakurikuler), sepertinya kami akan lebih
memilih menonton Doraemon, Dragon Ball, Ksatria Baja Hitam RX, Disney
Club, atau Kera Sakti yang waktu itu tayangannya sudah masuk ke kampung
kami dan mencoba “merebut” waktu luang kami. Apalagi untuk saat ini,
dimana Doraemon sudah kedatangan Upin Ipin, Spongebob, dan lain-lain,
sepertinya jika tidak dibantu melalui pendidikan formal akan sangat
sulit menggiring generasi muda untuk belajar Gamelan. Alih-alih mau
belajar gamelan, mereka malah berujar “Hellooo… Hari gini belajar Gamelan?? Emang tuh alat masih ada?!”
Pemerintah dalam hal ini PemprovJateng juga hendaknya mewajibkan
setiap sekolah memiliki seperangkat Gamelan, dengan begitu gamelan akan
menjadi alat musik tradisional yang benar-benar lekat dengan masyarakat
Jawa Tengah, tidak seperti saat ini dimana gamelan malah menjadi alat
musik asing di daerah kelahirannya. Gamelan adalah alat musik, dimana
untuk bisa mencintai alat musik maka kita harus bisa menikmati suara
yang dihasilkannya, begitu juga untuk bisa menikmati suara alat musik
maka kita perlu keterampilan untuk memainkannya. Mustahil generasi muda
akan mencintai Gamelan apabila mereka hanya mendengar cerita tentang
Gamelan saja tanpa merasakan nikmatnya memainkan Gamelan itu sendiri.
Nunuk Riza Puji,ST
Guru SMK N 1 Sragi,Kab.Pekalongan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar